Sabtu, 25 April 2015

Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.

Model dan Hubungan Interpersonal
a.   Model Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka dari teori ini menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”.

b. Analisis Transaksional
Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. AT dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru guna kemajuan hidupnya sendiri.
AT dikembangkan oleh Eric Berne tahun 1960. Dalam mengembangkan pendekatan ini Eric Berne menggunakan berbagai bentuk permainan antara orang tua, orang dewasa dan anak. Dalam eksprerimen yang dilakukan Berne mencoba meneliti dan menjelaskan bagaimana status ego anak, orang dewasa dan orang tua, dalam interaksi satu sama lain, serta bagaimana gejala hubungan interpersonal ini muncul dalam berbagai bidang kehidupan seperti misalnya dalam keluarga, dalam pekerjaan, dalam sekolah, dan sebagainya.

Memulai Hubungan
Pembentukan kesan dan ketertarikan interpersonal dalam memulai hubungan:
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu:
1.informasi demografis                                              
2.sikap dan pendapat (tentang orang atau objek)          
3.rencana yang akan datang 
4.kepribadian                                     
5.perilaku pada masa lalu
6.orang lain
7.hobi dan minat




Proses pembentukan kesan :
1.Stereotyping
Seorang guru ketika menghadapi murid-muridnya yang bermacam-macam, ia akan mengelompokkan mereka pada konsep-konsep tertentu; cerdas, bodoh, cantik, jelek, rajin, atau malas. Penggunaan konsep ini menyederhanakan bergitu banyak stimuli yang diterimanya. Tetapi, begitu anak-anak ini diberi kategori cerdas, persepsi guru terhadapnya akan konsisten. Semua sifat anak cerdas akan dikenakan kepada mereka. Inilah yang disebut stereotyping.
Stereotyping ini juga menjalaskan terjadinya primacy effect dan halo effect yang sudah kita jelaskan dimuka. Primacy effect secara sederhana menunjukkan bahwa kesan pertama amat menentukan; karena kesan itulah yang menentukan kategori. Begitu pula, halo effect. Persona stimuli yang sudah kita senangi telah mempunyai kategori tertentu yang positif, dan pada kategori itu sudah disimpan semua sifat yang baik.
2.Implicit Personality Theory
Memberikan kategori berarti membuat konsep. Konsep “makanan” mengelompokkan donat, pisang, nasi, dan biscuit dalam kategori yang sama. Konsep “bersahabat” meliputi konsep-konsep raman, suka menolong, toleran, tidak mencemooh dan sebagainya. Disini kita mempunya asumsi bahwa orang ramah pasti suka menolong, toleran, dan tidak akan mencemooh kita. Setiap orang mempunyai konsepsi tersendiri tentang sifat-sifat apa yang berkaitan dengan sifat-sifat apa. Konsepsi ini merupakan teori yang dipergunakan orang ketika membuat kesan tentang orang lain. Teori ini tidak pernah dinyatakan, kerena itu disebut implicit personality theory. Dalam kehidupan sehari-hari, kita semua psikolog, amatir, lengkap dengan berbagi teori kepribadian. Suatu hari anda menemukan pembantu anda sedang bersembahyang, anda menduga ia pasti jujur, saleh, bermoral tinggi. Teori anda belum tentu benar, sebab ada pengunjung masjid atau gereja yang tidak saleh dan tidak bermoral.
3.Atribusi
Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak (Baron dan Byrne, 1979:56). Atribusi boleh juga ditujukan pada diri sendiri (self attribution), tetapi di sini kita hanya membicarakan atribusi pada orang lain. Atribusi merupakan masalah yang cukup poupuler pada dasawarsa terakhir di kalangan psikologi sosial, dan agak menggeser fokus pembentukan dan perubahan sikap. Secar garis besar ada dua macam atribusi: atribusi kausalitas dan atribusi kejujuran.
Fritz Heider (1958) adalah yang pertama menelaah atribusi kausalitas. Menurut Heider, bila kita mengamati perilaku sosial, pertama-tama kita menentukan dahulu apa yang menyebabkannya; factor situasional atau personal; dalam teori atribusi lazim disebut kausalitas eksternal dan kausalitas internal (Jones dan Nisbett, 1972).
Sekarang bagaimana kita dapat menyimpulkan bahwa persona stimuli jujur atau munafik (atribusi kejujuran-attribution of honesty)? Menurut Robert A. Baron dan Donn Byrne (1979:70-71), kita akan memperhatikan dua hal: (1) sejauh mana pernyataan orang itu menyimpang dari pendapat yang popular dan diterima orang, (2) sejauh mana orang itu memperoleh keuntungan dari kita dengan pernyataan itu.

Hubungan Peran

Model Peran
Menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan peranannya.
Konflik
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara duaorang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi.
Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Adequancy Peran dan Autentisitas dalam Hubungan Peran
Kecukupan perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.

Intimasi dan Hubungan Pribadi
Sebagai konsekuensi adanya daya tarik menyebabkan interaksi sosial antar individu menjadi spesifik atau terjalin hubungan intim. Orang-orang tertentu menjadi istimewa buat kita, sedangkan orang lain tidak. Orang-orang tertentu menjadi sangat dekat dengan kita, dibandingkan orang lain. Adapun bentik intim terdiri dari persaudaraan, persahabatan, dan percintaan. Lebi h jauh mengenai bentuk-bentuk hubungan intim tersebut daoat dijelaskan pada bagian berikut :
1.Persaudaraan
Hubungan intik ini didasarkan pada hubungan darah. Hunungan intim interpersonal dalam persaudaraan terdapat hubungan inti ssperti dalam keluarga kecil. Pada persaudaraan itu didlamnya terkandung proximitas dan keakraban.
2.Persahabatan
Persahabatan biasanya terjadi pada dua individu yang didasarkan pada banyak persamaan. Utamanya persamaan usia. Hubungan dalam persahabatan tidak hanya sekedar teman, lebih dari itu diantara mereka terjalin interaksi yang sangat tinggi sehingga mempunyai kedekatan psikologis. Indikasi atau tanda-tanda bila dalam hubungan interpersonal terjadi persahabatan yaitu: sering bertemu, merasa bebas membuka diri, bebasmenyatakan emosi, dan saling tergantung diantara mereka.
3.Percintaan
Persahabatan antar pria dan wanita bisa berubah mejadi cinta, jika dua individu itu merasa sebagai pasangan yang potensial seksual. Dalam suatu persahabatan, dapat melahirkan satu proses yang namanya jatuh cinta. Hal ini terjadi karena ada dua perbedaan mendasar antara persahabatan dan cinta.

Intimasi dan Pertumbuhan
Untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
(1) Kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh.
(2) Kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
(3) Kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
(4) Kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup.
(5) Kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus.

Sumber: Supratiknya, A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius
              http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/11/hubinterpersonal.pdf

Minggu, 19 April 2015

Stres

A. Arti Penting Stres
    Stres adalah suatu kondisi dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat. (ref:edy64).
    Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak professional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagaitantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka.
       Ada beberapa tokoh yang memberikan definisi mengenai stres.
1.     J.P. Chaplin (1999)
Ia mendefinisikan stress sebagai suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis.
2.     Atkinson (1983)
Stres terjadi ketika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik maupun psikologisnya. Situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini sebagai respon stres.
3.     Rice (2002)
Stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang.
4.     Lazarus (1999)
Stress adalah rasa cemas atau terancam yang timbul ketika kita menginterpretasikan atau menilai suatu situasi sebagai melampaui kemampuan psikologis kita untuk bisa menanganinya secara memadai.
5.     Menurut Atwater (1983)
Stres merupakan suatu tuntutan penyesuaian, yang menghendaki individu untuk meresponnya secara adaptif.
6.     Feldman (1989)
Stres adalah suatu proses dalam rangka menilai suatu peristiwa sebagai suatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan; serta individu merespon peristiwa itu baik pada level fisiologis, emosional, kognitif dan tingkah laku.
7.     Hans Selye (dalam, Hahn&Payne, 2003)
Stres adalah respon yang tak spesifik dari tubuh terhadap berbagai tuntutan yang ada, dimana respon tersebut dapat berupa respon fisik atau emosional.
       Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan proses psikobiologikal (adanya: stimulus yang membahayakan fisik dan psikis bersifat mengancam, lalu memunculkan reaksi-reaksi kecemasan).


General Adaptation Syndrome (GAS) dari Selye
        Selye (dalam Sarafino, 2006), mengembangkan istilah General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu:
1.            Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm reaction )
  Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan seperti jantungnya berdegup, keluar keringat dingin, muka pucat, leher tegang, nadi bergerak cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal orang terkena stres.
2.            Fase perlawanan (Stage of Resistence )
   Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada tingkat tertentu, stres akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi, bila stres dibiarkan berlarut-larut. Selama masa perlawanan tersebut, tubuh harus cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang melakukan kerja keras.
3.            Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )
     Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRES.
Merupakan gabungan dari faktor internal (individu) dan eksternal (sosial), yaitu:
1. Faktor Sosial
a. jumlah peristiwa yang menjadi stressor, kemunculannya secara bersamaan.
b. situasi tertentu, misal: dengan siapa kita hidup, seberapa lama kita mengalami stres tersebut.
2. Faktor Individual
a. Karakteristik kepribadian individu, misal: pemarah, ambisius, agresif.
b. Kemampuan dalam menyelesaikan masalah dan beradaptasi dengan stres, antara lain: inteligensi, fleksibilitas berpikir, banyak akal.
c. Harga diri (self-esteem).
d. Bagaimana individu menerima atau mempersepsikan peristiwa yang potensial memunculkan stres.
e. Toleransi terhadap stres, tergantung pada: kondisi kesehatan, tingkat kecemasan.


EFEK DARI STRES
     Stres menampakkan diri dengan berbagai cara. Sebagai contoh, seorang individu yang sedang stres berat mungkin mengalami tekanan darah tinggi, seriawan, jadi mudah jengkel, sulit membuat keputusan yang bersifat rutin, kehilangan selera makan, rentan terhadap kecelakaan, dan sebagainya. Akibat stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum:
1.   Gejala Fisiologis
Terdapat riset yang menyimpulkan bahwa stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan detak jantung dan tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan memicu serangan jantung.
2.   Gejala Psikologis
Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menyebabkan ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan. Ketidakpuasan adalah efek psikologis sederhana tetapi paling nyata dari stress. Namun stres juga muncul dalam beberapa kondisi psikologis lain, misalnya, ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan, dan sikap yang suka menunda-nunda pekerjaan.
3.   Gejala Perilaku
Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran, dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidakteraturan waktu tidur.

B. Tipe-tipe Stres Psikologis
1. Tekanan (Pressure)
Tekanan bersumber dari:
·       dalam diri (misal: ambisi)
·       luar diri (misal: kompetisi di lingkungan)
·       gabungan keduanya.
Apabila terlalu keras menuntut diri sendiri, dapat memunculkan perilaku self-defeating, dimana diri kita kalah dengan tuntutan kita sendiri yang berlebihan (contoh: pada orang perfeksionis).
2. Frustrasi (Frustration)
          Muncul karena adanya hambatan terhadap motif atau perilaku kita dalam mencapai tujuan. Dapat muncul akibat tidak adanya objek tujuan yang sesuai, misal: saat lapar, tidak ada makanan; atau adanya penundaan, misal: menunggu lampu lalu-lintas hijau; atau adanya rintangan sosial, misal: ingin jadi juara menyanyi tapi tidak pernah punya kesempatan.
      Sumber frustrasi dari dalam diri individu: (a) tidak punya kemampuan, (b) rendahnya komitmen, (c) rendahnya kepercayaan diri, (d) perasaan bersalah, (e) karakteristik individu: jenis kelamin, warna kulit.
      Tingkat frustrasi tertentu merupakan bagian dari proses pertumbuhan (contoh: masa remaja masa matang fisik dan seksual sehingga ingin independen, padahal secara ekonomi masih dependen pada orangtua). Frustrasi dapat menimbulkan kemarahan dan perilaku yang agresif, semakin rendah toleransi kita terhadap frustrasi maka semakin mudah kita untuk cenderung menjadi agresif.
3. Konflik
         Muncul ketika individu berada dalam kondisi di bawah tekanan untuk merespon dua atau lebih dorongan yang saling bertentangan secara simultan atau bersamaan. Konflik dibedakan berdasar nilai dari masing-masing pilihan; jika pilihannya memiliki tujuan yang positif bagi individu maka dinamakan sebagaiapproach tendency. Sedangkan jika pilihannya memiliki tujuan negatifdinamakan avoidance tendency.
Macam-macam konflik:
a. approach- approach conflict, adalah suatu konflik antara dua tujuan yang positif, dimana kedua tujuan itu mempunyai daya tarik yang sama.
b. avoidance-avoidance conflict, adalah konflik yang melibatkan dua pilihan yang sama-sama memiliki konsekuensi negatif.
c. approach-avoidance conflictadalah konflik yang paling sulit dipecahkan. Satu objek memiliki konsekuensi positif maupun negatif.
d. double approach-avoidance conflict, adalah konflik yang melibatkan dua alternatif yang sama-sama punya konsekuensi positif dan negatif.
4. Kecemasan
        Merupakan perasaan samar-samar, rasa yang tidak mudah untuk merasakan bahaya di masa yang akan datang. Gejala cemas: jantung berdebar, ketegangan otot, keringat dingin. Secara psikologis dianggap wajar jika dalam intensitas yang normal, karena kecemasan merupakan tanda alarm yang memperingatkan kita bahwa bahaya sudah dekat dan membangkitkan kita untuk meresponnya secara tepat.
Kecemasan dibagi 2 berdasarkan ukurannya:
a.            Kecemasan taraf ringan-sedang: menstimulasi individu menjadi lebih waspada dan resposif pada situasi yang membutuhkan perhatian lebih (fascilitating anxiety).
b.            Kecemasan yang berlebihan : memperburuk performa kita (debilitating anxiety).
C. Symptom-Reducing Respons Terhadap Stres
Ada dua macam penyesuaian untuk mengurangi gejala stres:
1)    Yang bersifat tak disadari: adalah defense mechanism (mekanisme pertahanan diri atau ego).
2)    Yang bersifat disadari: membicarakannya dengan orang lain; melakukan pekerjaan lain yang mengurangi simtom stres; misal tertawa.
MEKANISME PERTAHANAN DIRI
      Merupakan reaksi awal dalam kehidupan manusia untuk menjaga diri mereka dari kelebihan dosis intensif dari adanya stres psikologis. Mekanisme ini dipelopori oleh Sigmund Freud, yang digunakan untuk mengatasi emosi negatif. Sifatnya kebanyakan tak disadari, otomatis muncul saat individu menghadapi ancaman baik dengan kesadaran minimum atau tidak sama sekali. Strategi ini tidak mengubah situasi stress, melainkan semata-mata bertujuan untuk mengubah cara menghayati atau memikirkan situasi.
Berikut akan diuraikan jenis-jenis Defense Mechanism, yaitu:
1) Represi (repression)
Berusaha menekan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan ke bawah sadar (motivated forgetting)–fungsi normal kembali. Akibatnya membebaskan dari ketidaknyamanan akibat selalu waspada pada ancaman, tetapi mempersempit kesadaran kita, membuat perilaku jadi kaku.
2) Supresi (supression)
Upaya sadar individu untuk mengendalikan keinginan-keinginan yang memunculkan kecemasan, dan mengekspresikannya pada waktu tertentu saja. Berusaha menolak atau menghambat realita internal.
3) Pengingkaran (Denial)
Menolak melihat atau mendengar aspek realita yang tidak menyenangkan atau mengancam. Menolak pengakuan eksternal atau realita sosial.
4) Rasionalisasi
Usaha untuk memberikan alasan pada perilaku yang tidak diterima dalam cara yang diterima sosial dan rasional. Nilai self-deception sangat besar, mirip dengan berbohong atau mengingkari orang lain.
5) Regresi
Mengurangi ketegangan dalam dirinya dengan bertingkah laku mencari perhatian (seperti anak kecil; merajuk, marah) – agar diperhatikan. Mundur pada fase perkembangan sebelumnya.
6) Proyeksi
Upaya individu untuk melemparkan penyebab frustrasinya pada orang lain. Misal: cinta orang lain, tapi takut bilang, yang muncul adalah bilang dicintai orang tersebut.
7) Reaksi-formasi
Mengalihkan motif yang dimiliki ke motif lain yang berlawanan, sebagai upaya mengurangi kecemasan yang muncul akibat motif pertama yang tadi tidak diterima superego atau moral. Contoh: benci orangtua, tampil sebagai anak yang sayang pada orangtua berlebihan.
8) Sublimasi (displacement)
Tidak tercapainya suatu motif tertentu, yang kemudian dialihkan pada motif yang sejenis tapi beda kegiatan. Misal: ingin jadi dokter – suka terlibat menolong orang.
9) Acting Out
Membebaskan tegangan dari impuls yang tidak dapat diterima dgn mengekspresikannya secara simbolik. Misal: ingin merasa independen dari orangtua maka remaja jadi tampil modis, bolos sekolah, penundaan atau mogok, seks bebas, tawuran. Sifatnya tidak disadari.
10) Fantasi
Membebaskan tekanan dengan tindakan imajinasi. Misal: melamun, yakin bahwa jadi tokoh dalam film, tokoh dalam film kaya seperti harapannya (ada unsur self-deception, distorsi realita).

SARANA COPING UNTUK STRES MINOR
     Merupakan respon terhadap stres ringan, yang sangat dipengaruhi oleh proses belajar individu. Berlaku otomatis, tetapi lebih disadari oleh individu (ada pada level kesadaran). Sarana yang dilakukan dipengaruhi juga oleh: situasi, kekuatan dan kesegeraan gangguan, serta pola kebiasaan individu dalam menghadapi stres.
Jenisnya:
a. kontak fisik (dielus), makan, minum
b. tertawa, menangis, memaki/ mengutuk
c. membicarakan dengan orang lain, merenungi masalah seorang diri
d. melakukan aktivitas yang meredakan ketegangan (misal: olahraga, jalan-jalan, main games).

D. Pendekatan Problem Solving Terhadap Stres
     Merupakan jenis penyesuaian terhadap stres yang bersifat disadari, berupaya menghilangkan sumber stres, tidak tergesa-gesa dan lebih terarah serta ada strategi tertentu, sehingga lebih efektif.
Jenisnya:
a.            memodifikasi diri agar lebih toleran terhadap stres.
b.            memodifikasi situasi yang menimbulkan stres.
MENINGKATKAN TOLERANSI TERHADAP STRES
a.            Toleransi terhadap tekanan
Membiasakan diri bekerja di bawah stres dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan.
b.            Toleransi terhadap frustrasi
Berusaha lebih independen terhadap lingkungan mencoba memahami sumber frustrasi kita belajar untuk menunda pemuasaan atau kesenangan.
c.             Toleransi terhadap konflik
Menyadari adanya konflik mencari segi positif terbanyak dan efek emosionalnya.
d.            Toleransi terhadap kecemasan
Mencoba tetap merasakan kecemasan tanpa mengurangi performa kita menggali lebih banyak pengalaman dan belajar menghadapi situasi yang membuat kita cemas.
PENDEKATAN YANG BERORIENTASI TUGAS
a.            Pendekatan Asertif
Merupakan pendekatan yang menekankan pada usaha-usaha individu untuk mengekspresikan hak dan keinginan tanpa merebut hak orang lain.
b.            Pendekatan Menarik Diri
Dapat dilakukan apabila sumber stress tidak dapat dihilangkan dengan asertif dan kompromi. Strategi sementara untuk mengatasi stres yang dapat berakibat memperburuk kesehatan individu tersebut. Misal: cuti kuliah untuk mengumpulkan biaya kuliah.
c.             Berkompromi
Biasa digunakan apabila agen sumber stress memiliki otoritas lebih tinggi dari kita, atau sama-sama seimbang. Baik-buruknya sangat tergantung pada sejauhmana kepuasan dapat diperoleh individu, dan sebesar apa usaha yang dilakukan untuk mengurangi stres.


Sumber:  Basuki, Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.
                Dewi, Kartika Sari. (2012). BUKU AJAR: KESEHATAN MENTAL. Semarang: UPT UNDIP Press.

Gunadarma University

Popular Posts

Calendar

Diberdayakan oleh Blogger.